Setelah Para Jenderal Berduyun-Duyun Masuk BUMN Tambang

- Senin, 16 Juni 2025 | 22:40 WIB
Setelah Para Jenderal Berduyun-Duyun Masuk BUMN Tambang


MENTERI Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir kembali menunjuk sejumlah jenderal Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk masuk jajaran direksi serta komisaris di holding pertambangan. Sebagian dari mereka bahkan belum purnawirawan.


Seperti di MIND ID, Erick menunjuk dua orang berlatar belakang jenderal Polri sebagai direktur dan komisaris di sana. 


Dua orang tersebut adalah Inspektur Jenderal (Purnawirawan) Firman Santyabudi dan Komisaris Jenderal M. Fadil Imran.


Firman, mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri, ditunjuk sebagai Direktur Manajemen Risiko dan HSE MIND ID. 


Firman adalah putra ketiga wakil presiden keenam Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno. Sedangkan Fadil, polisi aktif dengan jabatan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri, ditunjuk sebagai Komisaris MIND ID.


Penunjukan keduanya diumumkan berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham tahunan pada Selasa, 10 Juni 2025. 


“Mengangkat nama-nama tersebut sebagai anggota direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Mineral Industri Indonesia,” demikian petikan pernyataan Perseroan, seperti dikutip dari Antara, Rabu, 11 Juni 2025.


Sebelumnya, Erick juga memasukkan Maroef Sjamsoeddin sebagai Direktur MIND ID menggantikan Hendi Prio Santoso. 


Maroef Sjamsoeddin adalah purnawirawan TNI Angkatan Udara (TNI AU) dengan pangkat terakhir marsekal muda.


Maroef adalah adik Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. Jabatan ini membuat Maroef menaungi lima industri pertambangan, yakni PT Antam Tbk, PT Freeport Indonesia, PT Bukit Asam Tbk, PT Inalum, dan PT Timah Tbk. 


Di kursi komisaris MIND ID, ada juga Nugroho Widyotomo purnawirawan bintang tiga Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat yang juga orang dekat Presiden Prabowo Subianto. 


Ketika itu, juru bicara Kementerian BUMN, Putri Viola, mengatakan pergantian direksi di BUMN merupakan hal biasa. Menurut dia, penunjukan direksi maupun komisaris BUMN berdasarkan pertimbangan yang matang, termasuk pertimbangan mengenai kapasitas mereka. 


“Kami lihat mengenai jam terbang, mengenai pengalaman,” kata Putri kepada media di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa, 4 Maret 2025.


Hal yang sama terjadi PT Bukit Asam Tbk. Letnan Jenderal TNI (Purn) Bambang Ismawan ditunjuk sebagai komisaris utama untuk menggantikan Irwandy Arif. 


Bambang Ismawan pensiun dari militer pada September 2024 dengan jabatan terakhir Kepala Staf Umum TNI.


Maraknya jenderal yang duduk di jajaran direksi dan komisaris BUMN sektor tambang ini menjadi sorotan publik sekaligus menuai kritik. Apalagi sebagian dari mereka masih berstatus jenderal aktif.


Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia Pasal 28 ayat 3 menyatakan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.


Jabatan di luar kepolisian yang dimaksudkan adalah posisi yang tak berkaitan langsung dengan tugas institusi kepolisian dan tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri. 


Artinya, anggota Polri aktif tidak diperkenankan merangkap jabatan sebagai komisaris atau direktur di luar institusinya.


Hal serupa diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. 


Namun, berdasarkan riset Imparsial pada 2019, terdapat 1.592 anggota TNI yang menempati jabatan sipil, termasuk yang di luar ketentuan yang dibolehkan oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004. Ombudsman pun mencatat ada setidaknya 27 anggota TNI aktif yang menjabat di BUMN.


Ekonom dan Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies, Media Wahyudi, mengatakan penempatan para jenderal TNI maupun Polri sebagai petinggi BUMN tambang bisa memperburuk tata kelola perusahaan pelat merah tersebut. 


“Sebelum penempatan formal dilakukan saja, banyak oknum TNI dan Polri yang telah terlibat secara informal dalam praktik pertambangan yang melanggar hukum, termasuk menjadi backing,” tuturnya kepada Tempo, Ahad, 15 Juni 2025.


Jika keterlibatan ini dilegalkan melalui posisi formal di BUMN, menurut Media, dampak negatifnya bisa makin masif. 


Keberadaan jenderal di BUMN bisa menimbulkan distorsi dalam struktur korporasi yang dapat menghambat budaya inovasi di lingkungan perusahaan. 


Proses adaptasi terhadap teknologi di sektor-sektor strategis pun berpotensi melambat, yang pada akhirnya menurunkan daya saing perusahaan-perusahaan tambang milik negara secara keseluruhan.


Dari sisi tata kelola, latar belakang TNI dan Polri yang berbasis instruksi serta struktur vertikal tidak adaptif terhadap dinamika pasar, baik lokal maupun global. 


Hal ini juga cenderung menghambat proses pengambilan keputusan yang terbuka dan berbasis data. 


“Karena sejatinya mereka bukan ahli di sektor pertambangan, kualitas keputusan dalam perusahaan BUMN pun dikhawatirkan menurun, yang pada akhirnya merugikan efisiensi dan profesionalisme sektor pertambangan,” ujar Media.


Penunjukan para jenderal sebagai petinggi BUMN tersebut juga terkesan sangat politis dan mengabaikan pertimbangan tata kelola perusahaan yang baik. Media khawatir BUMN akan makin terjerumus menjadi alat politik kekuasaan semata. 


“Bukan lagi sebagai entitas ekonomi yang berfokus menciptakan lapangan kerja dan menghasilkan profit,” kata Media.


Menurut Media, penunjukan jenderal TNI maupun Polri di BUMN tambang bisa menciptakan ketimpangan akses usaha dan intervensi kekuasaan yang merusak persaingan sehat. 


BUMN, katanya, seharusnya berorientasi pada pelayanan publik akan dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi. 


Media khawatir penunjukan para jenderal membuka ruang penyalahgunaan wewenang dan konflik kepentingan di perusahaan negara. 


Ketidakhadiran komisaris perusahaan yang kompeten, kata Media, juga memperlemah pengawasan, ditambah dengan beban kerja ganda dan inkonsistensi regulasi yang memperburuk kepastian hukum.


Kekhawatiran yang sama diungkapkan peneliti Transparency International Indonesia, Danang Widoyoko. 


Menurut dia, posisi direktur dan komisaris BUMN seharusnya diisi oleh profesional yang memahami inti bisnis perusahaan, bukan oleh perwira militer ataupun polisi. 


Danang menekankan pentingnya aturan tegas untuk mencegah benturan kepentingan dan kerugian BUMN.


Danang juga mendorong pengawasan publik terhadap kebijakan BUMN, khususnya melalui transparansi dalam seluruh aksi korporasi. 


Menurut dia, transparansi yang selama ini hanya sebatas laporan keuangan dan laporan tahunan harus diperluas mencakup seluruh aksi korporasi agar akuntabilitas dapat ditegakkan.




Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, pun menilai penempatan perwira TNI di perusahaan negara sebagai langkah yang keliru. Ia khawatir praktik ini akan mengganggu pelaksanaan tata kelola BUMN yang baik. 


Menurut dia, mekanisme kerja militer didasarkan pada garis komando, bukan pada inisiatif dan pemikiran individual.


Karena itu, Said tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah yang menempatkan perwira TNI, polisi, ataupun aparat penegak hukum lainnya di posisi kepemimpinan BUMN. Pasalnya, BUMN membutuhkan keahlian individu dan kerja tim yang profesional.


Saat ditanya mengenai kesesuaian aturan dalam penunjukan Fadil sebagai Komisaris MIND ID, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho mengatakan belum bisa menjawabnya. 


“Nanti kami cek dulu,” katanya di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Kamis, 12 Juni 2025. 


Sumber: Tempo

Komentar