Wali Nanggroe: Kalau 4 Pulau Diklaim, Akan Picu Konflik Besar antara Aceh dan Sumut bahkan Indonesia

- Jumat, 13 Juni 2025 | 22:50 WIB
Wali Nanggroe: Kalau 4 Pulau Diklaim, Akan Picu Konflik Besar antara Aceh dan Sumut bahkan Indonesia


GELORA.ME -
Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk Malik Mahmud Alhaytar turut menolak kebijakan Kemendagri yang ingin mengalihkan pengelolaan empat pulau milik Aceh ke Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut).

Keempat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Dia tak mau keputusan ini malah memicu gejolak masyarakat Aceh.

“Aceh sudah konflik 30 tahun, kita sudah berdamai. Secara teritorial, pulau itu milik Aceh,” tegas Malik Mahmud kepada wartawan, dikutip di Jakarta, Jumat (13/6/2025).

Ia menegaskan, secara sejarah keempat pulau tersebut telah lama menjadi bagian wilayah Aceh sejak berabad-abad lalu, baik pada masa Kesultanan Aceh, era penjajahan Belanda, hingga era Indonesia merdeka. “Kalau ini diklaim, maka akan ada ketegangan hingga picu konflik besar antara Sumut dan Aceh, bahkan dapat melibatkan Indonesia,” ujarnya.

Ia mendesak pemerintah pusat untuk segera mengembalikan kepemilikan keempat pulau tersebut kepada Aceh. "Fokus saja pada pembangunan Aceh, hormati pada sejarah yang ada, jangan picu konflik baru,” pungkasnya.

Sebelumnya, Gubernur Aceh Muzakir Manaf juga menegaskan pihaknya memiliki bukti kuat bahwa keempat pulau yang sedang bersengketa itu adalah milik Aceh. Dia menolak pengalihan pengelolaan.

“Ya empat pulau itu sebenarnya itu kewenangan Aceh. Jadi kami punya alasan kuat, bukti kuat, data kuat, zaman dahulu kala, itu memang punya Aceh,” katanya kepada wartawan di Jakarta, dikutip Jumat (13/6/2025).

Kata Mualem, sapaan akrabnya, hak Aceh atas keempat pulau itu bukan saja terbuktikan dari segi sejarah, tetapi dari segi iklim pun keempat pulau itu mengikuti kawasan Aceh.

"Jadi saya rasa itu memang betul-betul Aceh, dia sudah punya segi sejarah, perbatasan iklim, jadi tidak perlu, itu saja, itu alasan yang kuat, bukti yang kuat seperti itu," tuturnya.

Polemik ini bermula dari terbitnya SK Kemendagri bernomor  Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan penetapan ini sudah melalui proses panjang serta melibatkan banyak instansi terkait. Dia mengaku proses ini sudah berlangsung lama, bahkan sebelum dirinya menjadi menteri.

“Ada delapan instansi tingkat pusat yang terlibat, selain Pemprov Aceh, Sumut, dan kabupaten-kabupatennya. Ada juga Badan Informasi Geospasial, Pus Hidros TNI AL untuk laut, dan Topografi TNI AD untuk darat,” kata dia di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/6/2025).

Tito mengatakan, batas wilayah darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Sementara itu, batas laut dua wilayah itu belum mencapai kesepakatan.

Maka itu, lanjut Tito, penentuan perbatasan wilayah laut ini diserahkan ke pemerintah pusat. Namun, penentuan batas laut ini tidak pernah sepakat, sehingga membuat sengketa terkait empat pulau terus bergulir.

“Nah, tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” kata Tito.

Menurut Tito, pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau ini masuk ke wilayah administrasi Sumatera Utara berdasarkan tarikan batas wilayah darat.

“Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh empat pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” tuturnya.

Sumber: inilah

Komentar