Ketika Vocalist Giring Menjadi Komisaris Bengkel Garuda: 'Inilah Kiamat'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Dari sekian banyak tanda-tanda kiamat kecil yang bisa kita amati di republik ini, barangkali yang paling mencolok adalah ketika urusan sangat serius diserahkan kepada yang bukan ahlinya.
Dalam bahasa Nabi, “idzaa wussi’da al-amru ilaa ghairi ahlihi fantazhiris-sa’ah” — apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.
Dan tampaknya, kiamat kecil itu kini menclok di sebuah perusahaan BUMN bernama Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMFI)—anak usaha Garuda Indonesia, yang mengurus pemeliharaan pesawat terbang.
Sebuah pekerjaan yang menyangkut nyawa penumpang, reputasi maskapai, dan tanggung jawab teknis tingkat tinggi.
Lalu siapa yang ditunjuk menjadi Komisaris Independen? Seorang mantan vokalis band Nidji, Giring Ganesha.
Dalam sebuah negeri khayalan bernama Fantashziris Sa’ah, barangkali ini masuk akal.
Di sana, dokter gigi bisa memimpin lembaga nuklir, tukang sulap jadi menteri pertahanan, dan penyanyi rock mengawasi bisnis pesawat.
Tapi sayangnya, negeri kita bukan kartun Jepang. Dan dunia penerbangan tak bisa diselamatkan oleh suara falsetto atau syair patriotik di panggung kampanye.
GMFI bukan perusahaan yang sedang sehat-sehat saja. Ia perusahaan yang selama bertahun-tahun berdarah-darah secara finansial.
Di tengah upaya penyelamatan, pemerintah justru menambah penumpang di kursi komisaris—tanpa keahlian teknis, tanpa pengalaman korporasi, dan tanpa rekam jejak relevan selain jejak kaki di dunia hiburan dan politik partisan.
Apa urgensinya menunjuk Giring? Kompetensi, tentu sulit dibuktikan. Relasi politik? Bisa jadi.
Tapi satu yang pasti, penunjukan ini menunjukkan betapa longgarnya standar meritokrasi di negeri ini.
Seakan-akan jabatan publik adalah hadiah hiburan bagi mereka yang gagal di kontestasi politik, bukan amanah untuk menyelesaikan masalah.
Ini bukan hanya salah kamar, tapi salah dunia. Urusan pesawat, keselamatan, dan efisiensi diserahkan pada seorang penyanyi.
Seolah jabatan komisaris bisa dijalani dengan modal semangat, loyalitas, dan portofolio YouTube.
Mungkin para teknisi GMFI kini sedang sibuk mengatur ulang prosedur maintenance berdasarkan tangga nada.
Mungkin audit keselamatan akan dibuka dengan konser akustik. Atau jangan-jangan, rapat dewan komisaris kini dibuka dengan yel-yel kampanye?
Ini bukan lelucon. Ini tragedi dalam selubung ironi.
Kita tidak sedang bicara soal Giring sebagai pribadi. Tapi tentang sistem yang terus-menerus menganggap jabatan publik sebagai panggung popularitas, bukan arena profesionalisme.
Ketika kursi strategis diserahkan kepada mereka yang tidak relevan, maka sesungguhnya yang kita tunggu bukan lagi perbaikan—tapi kerusakan.
Apakah Giring akan memperbaiki GMFI? Atau justru mempercepat langkahnya menuju grounded total?
Apakah komisaris yang tidak paham industri akan membantu menyelamatkan perusahaan, atau justru menambah beban moral, finansial, dan struktural?
Jika perkara sudah diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah saatnya: saat pesawat tak bisa terbang, utang makin menumpuk, dan publik makin apatis. Itulah kiamat kecil yang lahir dari kelalaian besar.
Selamat datang di era Fantashziris Sa’ah, — fantasi kekuasaan yang perlahan membawa kita menuju akhir kewarasan. ***
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Terjawab Fenomena Keajaiban Vishwash Kumar Rames Selamat Dari Kecelakaan Pesawat Air India, Tak Cuma Soal Kursi!
Yordania Tembak Jatuh Drone-Drone dan Rudal Iran yang Menuju Israel
Pengalaman Perang Gubernur Aceh Mualem Saat Jadi Panglima GAM, Ikut Pelatihan Tempur di Libya
Sederet Eks GAM Perjuangkan 4 Pulau Aceh, Mantan Komandan Bom Wanti-Wanti Tito Soal Konflik Sumut