UNGGAHAN berita di grup WhatsApp pada Rabu siang, 30 April 2025, sekitar pukul 12.21 WIB, mengejutkan saya. Isinya menggabarkan kedatangan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Polda Metro Jaya untuk melaporkan dugaan fitnah terkait ijazah palsu.
Namun, perhatian saya justru tidak sepenuhnya tertuju pada substansi laporan tersebut, melainkan pada kendaraan yang digunakan oleh Jokowi.
Postingan tersebut berasal dari salah satu media online yang menurunkan tajuk cukup mencolok: “Mobil yang Dipakai Jokowi Melapor ke Polda Metro Jaya Ternyata Nunggak Pajak.” Dalam pemberitaan itu disebutkan bahwa kendaraan tersebut tercatat atas nama PT. Indonesia Berlian Y.
Selain itu, mobil Toyota Kijang Innova berwarna hitam dengan nomor polisi B 1329 SXL yang ditumpangi Presiden Jokowi tercatat memiliki tunggakan denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar Rp121.400 serta denda SWDKLLJ sebesar Rp35.000. Total kewajiban pajaknya mencapai Rp6.368.400. Masa berlaku pajaknya berakhir pada 3 Maret 2025, sementara masa berlaku STNK hingga 3 Maret 2026.
Pada malam harinya, sekitar pukul 21.39 WIB di hari yang sama, muncul unggahan lanjutan dari media online yang sama. Media tersebut kembali menerbitkan laporan berjudul “Mobil Nunggak Pajak yang Ditumpangi Jokowi Ternyata Milik Perusahaan Kahiyang Ayu.” Dalam berita itu diungkapkan bahwa Toyota Kijang Innova yang digunakan mantan Presiden Jokowi tidak hanya tercatat atas nama PT Indonesia Berlian Yasawirya, tetapi juga disebutkan bahwa perusahaan tersebut dimiliki oleh putri semata wayang Presiden Jokowi, Kahiyang Ayu.
Saat itu, sebenarnya saya tertarik untuk segera mengulas dalam bentuk artikel. Namun, malam itu saya sedang dalam perjalanan pulang sambil menyetir mobil. Di tengah perjalanan, saya sempat menghubungi seorang teman di grup WhatsApp tersebut untuk menanyakan kebenaran berita yang dibagikan.
Sesampainya di rumah, rasa lelah membuat saya tidak sempat menulis karena langsung tertidur. Baru pada pagi hari ini, Kamis, 1 Mei 2025, saya memiliki kesempatan untuk menulis dan memberikan tanggapan atas persoalan tersebut.
Sebagai informasi, perlu saya jelaskan bahwa media online yang memberitakan hal tersebut adalah RMOL.id. Berdasarkan data dari Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum yang dikutip RMOL.id, diketahui bahwa Kahiyang Ayu merupakan pemegang saham mayoritas PT Indonesia Berlian Yasawirya dengan kepemilikan 495 lembar saham senilai Rp247.500.000. Sementara itu, lima lembar saham sisanya senilai Rp2.500.000 dimiliki oleh Meingga Mahaning Nurwahridya, yang merupakan kerabat Iriana Widodo (Ibu Kahiyang).
Dalam pemberitaan media online tersebut disebutkan bahwa modal disetor PT Indonesia Berlian Yasawirya tercatat sebesar Rp250.000.000, dengan nilai nominal Rp500.000 per lembar saham. Perusahaan ini berkantor di Wisma MRA, Lantai 9, Jalan TB Simatupang No. 19, Cilandak, Jakarta Selatan. Berdasarkan klasifikasi KBLI, perusahaan ini memiliki 55 bidang usaha yang mencakup berbagai sektor, mulai dari kehutanan, budidaya ikan air tawar, konstruksi, industri besi dan baja, farmasi, hingga real estat dan perdagangan perhiasan.
Hingga saat ini, tampaknya belum ada tanggapan dari mantan Presiden Jokowi, Kahiyang Ayu, maupun PT Indonesia Berlian Yasawirya terkait kebenaran isi pemberitaan media online tersebut.
Menurut penilaian saya, media online tersebut memiliki dasar yang kuat karena merujuk pada data formal yang tersedia secara faktual. Meski demikian, asas praduga tak bersalah tetap menjadi dasar pemberitaan itu. Artikel ini pun disusun berdasarkan informasi tersebut dengan tetap berpegang pada prinsip praduga tak bersalah.
Preseden Etik dan Simbolik yang Berpotensi Menjadi Sorotan Publik dan Masalah Baru
Secara hukum, penggunaan kendaraan yang menunggak pajak tetap diperbolehkan selama STNK masih berlaku. Namun secara etis dan simbolik, penggunaan mobil dengan tunggakan pajak oleh seorang mantan presiden dalam suatu kegiatan formal yang dikawal Paspampres, apalagi dalam situasi yang disorot publik, menyisakan persoalan serius.
Saya berpendapat bahwa jika benar mobil yang digunakan Presiden Jokowi saat melapor ke Polda Metro Jaya menunggak pajak, maka hal ini berpotensi menimbulkan masalah baru. Setidaknya, ada beberapa konsekuensi yang dapat muncul.
Secara politis, fakta tersebut mungkin dapat dimanfaatkan oleh lawan-lawan politik untuk menyerang posisi moral dan kredibilitas Jokowi. Dari sisi keteladanan, boleh jadi hal ini jelas bertentangan dengan semangat kepatuhan terhadap aturan serta kewajiban administrasi negara, khususnya di bidang perpajakan.
Dalam konteks ini, publik mungkin dapat semakin mempertanyakan sejauh mana kepatuhan pajak atas aset-aset lain milik keluarga mantan Presiden Jokowi. Pertanyaan yang lebih tajam bahkan boleh jadi diarahkan pada transparansi dan akuntabilitas berbagai perusahaan keluarga Jokowi, khususnya yang dikelola melalui entitas bisnis formal.
Sebagai contoh, publik mungkin bisa menyoroti PT Indonesia Berlian Yasawirya. Masyarakat boleh jadi dapat beranggapan bahwa perusahaan dengan cakupan usaha yang begitu luas seharusnya memiliki sistem kepatuhan administrasi yang profesional dan tertib.
Artinya, kelalaian sekecil apa pun?"terutama dalam hal pajak kendaraan, mungkin dapat menjadi celah yang memicu sorotan tajam dari media maupun publik. Hal ini tentu bisa berpotensi mengikis kepercayaan terhadap kredibilitas perusahaan dan, secara tidak langsung, reputasi keluarga mantan kepala negara.
Kejadian ini juga berpotensi menimbulkan dampak negatif lainnya. Besar kemungkinan perhatian publik akan teralihkan dari substansi laporan Jokowi terkait dugaan fitnah ijazah palsu.
Persoalan teknis administratif yang tampak sepele ini mungkin justru memiliki bobot simbolik yang sangat besar. Dalam dunia politik dan opini publik yang sangat sensitif terhadap simbol-simbol moral dan keteladanan, kelalaian kecil seperti ini mungkin dapat berbuntut panjang dan menjadi bumerang.
Oleh karena itu, menjaga keteladanan dalam aspek kecil sekalipun menjadi hal penting. Sebagai contoh, keteladanan membayar pajak kendaraan tepat waktu, menjadi bagian dari tanggung jawab moral seorang tokoh bangsa.
Di era keterbukaan informasi, publik menuntut standar integritas yang tinggi, tak hanya pada pemimpin yang sedang menjabat, tetapi juga pada mereka yang telah purna tugas. Keteladanan bukan soal besar atau kecilnya tindakan, tetapi tentang konsistensi dan kesadaran akan makna simbolis di balik tindakan itu.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa integritas tidak hanya dibangun melalui pidato atau langkah besar, tetapi juga dari kepatuhan terhadap kewajiban administratif yang mendasar. Tindakan korektif segera dari pihak terkait untuk menyelesaikan tunggakan pajak tersebut dan memastikan kejadian serupa tidak terulang akan menjadi langkah penting dalam merawat marwah dan keteladanan seorang mantan kepala negara.
OLEH: SUGIYANTO EMIK
Penulis adalah pemerhati sosial kebangsaan.
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan GELORA.ME terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi GELORA.ME akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Artikel Terkait
Lapor Polisi jadi Cara Jokowi Lindungi Gibran
Janji ke Massa Buruh, Prabowo Siap Miskinkan Koruptor: Enak Aja Udah Nyolong, Asetnya Gue Tarik!
Prabowo Janji Hapus Outsourcing Hingga Pertemukan 150 Buruh di Istana
Kronologi Puluhan Napi Lapas Bukittinggi Keracunan Miras Oplosan, 1 Tewas dan 2 Orang Kritis!