"Situasi ini (boikot) belum pernah terjadi sebelumnya. Jarak masa dari konflik ini belum pernah terjadi sebelumnya, intensitasnya juga belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Bos dari Americana Resturants, Amarpal Sandhu dalam sebuah telepon konferensi untuk melaporkan kinerja perusahaan baru-baru ini.
American Restaurants adalah perusahaan yang mengoperasikan restoran dari merek KFC, Pizza Hut, dan Krispy Kreme di Asia Barat dan Kazakhstan. Aksi boikot dipromosikan oleh gerakan bernama Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS), sebuah kelompok solidaritas Palestina. Dibentuk pada 2005, kelompok itu dibentuk untuk memberikan tekanan ekonimi kepada Israel untuk mengakhiri penjajahan mereka di Tepi Barat dan Gaza.
Pada bulan lalu, McDonald's dan Starbucks melaporkan penurunan angka penjualan dan keuntungan sambil menyalahkan aksi boikot terhadap perang di Gaza. McDonald’s melaporkan penurunan penjualan secara global untuk kali pertama sejak 2020, di mana keuntungan bersih mereka turun sebesar 12 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Starbucks juga mengumumkan bahwa, penjualan mereka di Amerika Utara turun sebesar 2 persen, dan penjualan di seluruh dunia turun 7 persen. Adapun penurunan total keuntungan di seluruh dunia mencapai 23 persen.
The Financial Times melaporkan, bahwa dalam perkembangan pendapatan selama kuartal kedua para perusahaan-perusahaan multinasional masih enggan menyebut aksi boikot berdampak negatif terhadap laporan keuangan mereka. Dengan bahasa yang gamang, mereka menuding tensi geopolitik menjadi penyebab kerugian.
Americana Restaurants, perusahaan yang dimiliki oleh konsorsium pendanaan Arab Saudi, melaporkan keuntungan pada kuartal kedua mencapai 40 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Coca-Cola İcecek, distributor Coca-Cola di Pakistan melaporkan, volume penjualan di negara itu turun mencapai hampir 25 persen pada tiga bulan pertama 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dua perusahaan itu menyalahkan penurunan penjualan dan keuntungan pada "berubahnya arah makroekonomi" tanpa menyebutkan boikot terkait perang di Gaza. Di Malaysia, operator Starbucks, Berjaya Food, melaporkan pendapatan per kuartal mereka turun 48 persen.
Di Mesir, PepsiCo menghadapi kritik luas di media sosial pada Mei saat perusahaan itu meluncurkan kampanye iklan lewat billboard raksasa dengan slogan "Tetap haus" saat warga Palestina di Gaza menderita kelaparan akibat terbatasnya bahan makanan dan air bersih untuk diminum.
Hazem Tamimin, pemilik sebuah supermarket di lingkungan Zamalek di Kaior mengatakan, penjualan Coca-Cola, Pepsi, Ariel, Persil, Cadbury, dan produk Nestle turun hingga 50 persen. Dia menambahkan, meski warga di sekitaran supermarketnya tetap membeli air mineral, "tapi secara khusus mereka meminta merek Mesir daripada Nestle atau air mineral Dasani yang dimiliki Coca-Cola.”
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
5 Pelatih Pengganti Arne Slot di Liverpool: Zidane, Klopp, dan 3 Nama Lain
Onadio Leonardo Ditangkap Polisi: Ganja & Ekstasi Ditemukan di Apartemen
Oknum Polisi Aniaya Warga Disabilitas Tunarungu Hingga Tewas di Ende, Ini Kronologinya
Mayjen Bangun Nawoko Resmi Jabat Pangdam Hasanuddin, Gantikan Mayjen Windiyatno