GELORA.ME - Peneliti senior Citra Institute Efriza menilai persepsi publik yang menempatkan Presiden Prabowo Subianto sebagai 'pahlawan' untuk membereskan hal-hal politis warisan rezim Joko Widodo alias Jokowi ada benarnya.
Menurut Efriza, Presiden ke-8 RI tersebut memilih langkah itu demi melakukan transisi dan konsolidasi kekuasaan.
Salah satu contoh langkah Prabowo yang langsung memperoleh pujian dari publik ialah pemberian amnesti untuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan abolisi bagi mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Efriza menilai penggunaan hak prerogatif presiden itu merupakan bentuk koreksi atas persoalan hukum tinggalan Jokowi.
"Sehingga (Prabowo) mengambil langkah-langkah korektif terhadap berbagai ketegangan politik dan kasus-kasus kontroversial yang terjadi di akhir pemerintahan sebelumnya," kata Efriza, Jumat (1/8).
Leboh lanjut Efriza mengatakan Prabowo ingin menghadirkan citra di publik bahwa pemberian amnesti dan abolisi itu sebagai upayanya melakukan pendekatan rekonsiliatif kepada lawan politik.
Langkah itu, imbuh Efriza, juga menjadi sinyal keterbukaan bagi partai non-pemerintah maupun kelompok oposisi.
Prabowo, tuturnya, ingin memulihkan relasi politik yang sebelumnya tegang atau cacat karena intervensi kekuasaan di era Jokowi.
"Dalam hal ini, dia (Prabowo, red) membangun citra sebagai figur pemersatu dan pembawa solusi. Ini sesuatu yang kontras dengan atmosfer konfrontatif di penghujung masa pemerintahan Jokowi," imbuhnya.
Meski demikian, Efriza tetap menyebut kebijakan Prabowo memberikan 'pengampunan' itu sebagai langkah berani.
Sebab, langkah koreksi itu pasti memiliki konsekuensi.
"Dengan bersikap memperbaiki, Prabowo bisa menampilkan dirinya bukan hanya sebagai penerus Jokowi, melainkan sebagai pemimpin yang berani melakukan koreksi terhadap ketidakseimbangan kekuasaan, penegakan hukum yang dinilai politis, atau ketimpangan dalam representasi politik," tuturnya.
Oleh karena itu, Efriza menegaskan agar narasi “Prabowo sebagai pahlawan” tidak secara otomatis dianggap cerminan fakta objektif.
Alasannya, ada persepsi yang sedang dibangun dari pemberian amnesti dan abolisi itu.
"Perlu adanya kehati-hatian agar langkah-langkah korektif ini tidak sekadar menjadi pencitraan belaka," tuturnya.
Jika langkah itu tidak dibarengi keberpihakan nyata terhadap prinsip keadilan, demokrasi, dan kepedulian terhadap pemberantasan korupsi, kata Efriza, persepsi yang hendak dibangun bahwa “Prabowo pahlawan” justru memunculkan kesantentang kepentingan politik lebih kuat dibandingkan penegakan hukum.
Selain itu, Prabowo dengan kebijakan amnesti dan abolusi itu juga mesti siap menerima konsekunsi soal relasinya dengan Jokowi.
"Konsekuensi ke depan juga mesti siap diterimanya, karena hubungannya dengan Jokowi bisa retak, sebab di balik narasi pahlawan artinya ada yang dianggap “penjahat” dalam persoalan politik yang menjerat Hasto dan Tom Lembong tersebut," pungkas Efriza.
Sumber: JPNN
Artikel Terkait
Hasto Bebas, PDIP Pastikan tidak Oposisi ke Pemerintahan Prabowo
Rocky Gerung: Pengaruh Jokowi Kini Semakin Melemah, Prabowo Mulai Dengarkan Kegundahan Publik!
Sufmi Dasco Disebut Otak di Balik Skenario Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong
Pengamat: Keputusan Amnesti Bagus Banget, Semua Kaget!