Jokowi Curiga Agenda Besar di Balik Isu Pemakzulan Gibran: Benarkah Ada Upaya Pemisahan Dua Kekuatan Politik Ini?

- Selasa, 15 Juli 2025 | 18:00 WIB
Jokowi Curiga Agenda Besar di Balik Isu Pemakzulan Gibran: Benarkah Ada Upaya Pemisahan Dua Kekuatan Politik Ini?




GELORA.ME - Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara soal isu yang menerpa putranya, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.


Jokowi mencurigai adanya agenda politik besar di balik menguatnya seruan pemakzulan dan polemik ijazah yang kembali diungkit.


"Saya berperasaan, memang kelihatannya ada agenda besar politik, di balik isu-isu ijazah palsu, isu pemakzulan," ujar Jokowi dikutip Selasa (15/7/2025).


Menurutnya, ada upaya sistematis untuk menurunkan reputasi politik keluarganya.


Seruan pemakzulan ini, yang awalnya digulirkan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI, kini menjadi bola panas yang memantik sorotan publik.


Namun, seberapa realistiskah wacana ini? Dan manuver politik apa yang sebenarnya sedang dimainkan?


Jalan Terjal dan Berliku Menuju Pemakzulan


Bagi anak muda yang melek politik, penting untuk memahami bahwa memakzulkan seorang wakil presiden bukanlah proses yang mudah seperti membalikkan telapak tangan.


Konstitusi Indonesia, melalui UUD 1945, telah memagarinya dengan prosedur yang sangat ketat dan berlapis.


Secara sederhana, alurnya seperti ini:


Usulan dari DPR: Wacana harus dimulai dari DPR. 


Pengajuan usulan ini harus disetujui oleh minimal 2/3 anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari total anggota.


Ujian di Mahkamah Konstitusi (MK): Usulan tersebut tidak bisa langsung ke MPR


DPR harus membawanya ke MK untuk diperiksa dan diadili. 


MK akan memutuskan apakah wapres terbukti melakukan pelanggaran hukum berat seperti pengkhianatan negara, korupsi, penyuapan, atau perbuatan tercela.


Sidang Istimewa MPR: Jika dan hanya jika MK menyatakan wapres bersalah, barulah MPR bisa menggelar sidang istimewa. 


Keputusan pemberhentian harus disetujui oleh minimal 2/3 anggota MPR yang hadir, di mana sidang harus dihadiri oleh setidaknya 3/4 dari total anggota MPR (gabungan DPR dan DPD).


Melihat jalur hukum yang rumit ini, pemakzulan adalah sebuah "mission impossible" jika tidak ada dukungan politik yang solid dan bukti pelanggaran yang tak terbantahkan.


Kepentingan Politik: Memisahkan "Solo" dan "Hambalang"?


Di balik isu pemakzulan, para analis politik melihat adanya berbagai kemungkinan agenda.


Wacana ini bukan sekadar soal hukum, tetapi kental dengan nuansa pertarungan kekuasaan.


Seorang analis politik, Agung Baskoro dari Trias Politika, menduga bahwa pemakzulan bukanlah tujuan akhir.


"Tujuan besarnya saya melihat untuk memisahkan keluarga Solo (Jokowi) dan keluarga Hambalang (Prabowo)," jelasnya.


Isu ini bisa jadi alat tawar untuk melemahkan pengaruh Jokowi di lingkaran kekuasaan dan memastikan netralitas Prabowo menjelang Pilpres 2029.


Di sisi lain, Prof. Sulfikar Amir dari Nanyang Technological University melihat ini sebagai pertarungan antara logika publik yang khawatir akan masa depan kepemimpinan, dengan kepentingan ekonomi elite politik di parlemen.


Menurutnya, elite yang memiliki kepentingan bisnis di sektor seperti tambang dan sawit cenderung pragmatis dan enggan mengambil risiko politik.


Apakah Pemakzulan Gibran Bisa Cepat Terealisasi?


Pernyataan Jokowi yang merasa ada agenda besar justru bisa dibaca sebagai sinyal perlawanan dan konsolidasi politik.


Proses hukum yang berliku seperti yang dijelaskan di atas menjadi benteng pertahanan pertama.


Kedua, realitas politik di parlemen menunjukkan bahwa kekuatan politik yang mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran masih sangat dominan.


Tanpa dukungan mayoritas di DPR dan MPR, wacana pemakzulan hanya akan menjadi riak politik yang sulit menjadi gelombang besar.


Analis menilai, pemakzulan biasanya bisa terjadi jika momen politik didukung oleh krisis sosiologis atau ekonomis yang parah, seperti yang pernah terjadi pada era Soekarno dan Soeharto.


Selama kondisi negara relatif stabil dan elite politik masih solid, isu pemakzulan Gibran kemungkinan besar akan tetap menjadi wacana di panggung politik, bukan sebuah proses hukum yang berjalan cepat.


Sumber: Suara

Komentar