Politisi Golkar Risau PT Gag Menambang di Raja Ampat, Pengamat Bingung Lihat Komunikasi Pemerintah

- Rabu, 11 Juni 2025 | 10:55 WIB
Politisi Golkar Risau PT Gag Menambang di Raja Ampat, Pengamat Bingung Lihat Komunikasi Pemerintah



GELORA.ME  - Pemerintah memang telah melarang empat perusahaan tambang beroperasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Namun, ada satu perusahaan yang selama ini disorot yakni PT Gag Nikel, justru tetap beroperasi.

Perusahaan tersebut adalah milik PT Antam Tbk, BUMN yanbg selama ini bergerak di bidang pertambangan.

Terkait hal itu, Anggota Komisi XII DPR RI, Mukhtarudin, meminta pemerintah untuk memperkuat pengawasan terhadap PT Gag Nikel.



PT Gag Nikel merupakan satu-satunya perusahaan yang masih diizinkan untuk beroperasi di kawasan tersebut.

"Kami mendukung pemerintah untuk terus mengawasi implementasi Amdal, reklamasi, dan perlindungan terumbu karang oleh PT Gag Nikel," kata Mukhtarudin dikutip dari Tribunnews.com.

Terhadap empat perusahaan yang telah dicabut izin usaha pertambangan (IUP), Mukhtarudin menyampaikan apresiasi kepada pemerintah. 

Empat perusahaan itu di antaranya PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining, pemerintah telah mencabut izin usaha pertambangan (IUP).


"Menghentikan empat IUP adalah langkah tepat dan bernilai besar dalam menjaga kelestarian ekosistem Raja Ampat,” ujar politisi Golkar ini.

Menurut Mukhtarudin, keputusan ini sejalan dengan mandat Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat tata kelola pertambangan yang akuntabel dan berorientasi keberlanjutan.


Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR ini juga mendukung langkah pemerintah yang memastikan akan mengawasi PT Gag Nikel.

"Fraksi Golkar setuju dengan langkah Menteri ESDM, Amdal dan reklamasi harus dilaksanakan sungguh-sungguh," ungkapnya.



Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Patijaya, menegaskan bahwa pencabutan empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat oleh pemerintah, bukan berarti menghapus tanggung jawab perusahaan terhadap dampak lingkungan yang telah ditimbulkan. 

Ia menegaskan, perusahaan-perusahaan yang telah dicabut izin operasionalnya, tetap memiliki kewajiban untuk melakukan pemulihan lingkungan secara menyeluruh.

“Nah saya pikir ketika dia (IUP) dicabut, tentunya kepada perusahaan-perusahaan yang dicabut IUP-nya tersebut, dia tetap harus ada kewajiban untuk melakukan pemulihan,” kata Bambang.

Menurut politisi Partai Golkar ini, tidak boleh ada praktik lepas tangan setelah izin pertambangan dicabut. 


Ia menegaskan bahwa perusahaan tidak boleh sekadar meninggalkan lokasi tambang begitu saja tanpa melakukan rehabilitasi terhadap kerusakan yang sudah terjadi.

“Tidak hanya semata-mata dicabut, kemudian kabur gitu. Tetapi dia harus melakukan pemulihan. Bagaimana kawasan-kawasan yang sudah terbuka itu untuk segera dihijaukan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Bambang mengingatkan bahwa jika terdapat kerusakan lingkungan lain yang disebabkan oleh kegiatan tambang, maka perusahaan juga bertanggung jawab untuk melakukan restorasi secara menyeluruh.

“Kemudian jika ada dampak-dampak negatif kepada lingkungan lain, misalkan dari laporan yang disampaikan tim Lingkungan Hidup, ada dam yang jebol dan sebagainya, itu direstorasilah, diperbaiki. Kemudian alam diperbaiki sehingga bisa cepat pulih,” ujarnya.

Terkait pencabutan 4 IUP tambang nikel itu, Bambang menilai hal tersebut telah melalui proses sesuai regulasi yang berlaku, dan merupakan bentuk respon cepat atas polemik yang muncul di masyarakat.

“Kami memberikan apresiasi kepada pemerintah yang sudah melakukan tahapan-tahapan sesuai regulasi yang berlaku, dan kemudian mengambil keputusan yang cepat, serta memperhatikan situasi yang ada,” ucapnya.

Ia menambahkan, keputusan tersebut tidak diambil secara tiba-tiba, melainkan merupakan bagian dari proses yang telah dimulai sejak awal tahun ini.

“Saya yakin bahwa hal-hal yang diambil ini merupakan langkah-langkah yang sudah dijelaskan tadi oleh pemerintah bahwa ini sesuai dengan rencana yang memang sudah diimplementasikan sejak Januari kemarin,” pungkasnya.


Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensa) menyoroti pencabutan IUP di Raja Ampat yang sempat menuai kontroversi.

Ia mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo yang langsung mengambil tindakan untuk mencegah potensi kerusakan lingkungan di Raja Ampat.

“Saya mengapresiasi Presiden RI Prabowo Subianto yang langsung mengambil tindakan terhadap potensi kerusakan lingkungan di Raja Ampat,” kata Hensa.

Hensa juga mengapresiasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang akhirnya mencabut IUP pertambangan di Raja Ampat.

Langkah ini diambil setelah ramai diperbincangkan di media sosial dengan tagar #SaveRajaAmpat yang menjadi viral.

Namun, ia mempertanyakan mengapa tindakan pemerintah baru dilakukan setelah isu ini mencuat di publik.

“Mengapa rakyat lebih tahu duluan ketimbang pemerintah? Seharusnya pemerintah tidak menunggu momen viral dulu baru mulai bertindak,” ucap Hensa.

Menurutnya, kepekaan pemerintah terhadap isu-isu yang dibicarakan oleh masyarakat seharusnya lebih proaktif, tanpa harus menunggu tekanan dari masyarakat melalui media sosial.

Ia menilai, momen ketika Presiden Prabowo memanggil tiga menterinya, yakni Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, dan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menunjukkan adanya kejanggalan dalam komunikasi internal pemerintah.

“Ia (Prabowo) pasti mempertanyakan kepada tiga menterinya tersebut mengapa lebih dulu tahu rakyat ketimbang jajarannya,” tandas Hensa.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Kabupaten Raja Ampat. 

Keputusan itu disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (10/6/2025).

"Yang kita cabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Ini yang kita cabut," katanya.

Menurut Bahlil, Presiden Prabowo Subianto punya perhatian khusus dan secara sungguh-sungguh untuk menjadikan Raja Ampat tetap menjadi wisata dunia dan keberlanjutan negara.

"Jadi ditanya apa alasannya, alasannya adalah pertama memang secara lingkungan. Yang kedua adalah memang secara teknis setelah kami melihat ini sebagian masuk di kawasan Geopark. Dan ketiga keputusan ratas dengan mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah dan juga adalah melihat dari tokoh-tokoh masyarakat yang saya kunjungi," ujarnya.

Sementara, pemerintah tidak mencabut izin tambang milik PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Bahlil mengatakan perusahaan tersebut dinilai telah menjalankan kegiatan operasional sesuai dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan termasuk dalam aset negara yang strategis.

“Untuk PT GAG, karena itu adalah dia melakukan sebuah proses penambangan yang menurut dari hasil evaluasi tim kami itu bagus sekali. Itu alhamdulillah sesuai dengan AMDAL,” kata Bahlil

Sumber: Wartakota 

Komentar