GELORA.ME - Wakil Ketua Umum Pro Jokowi (Projo), Fredy Damanik mengatakan, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak pernah melakukan pelanggaran hukum apapun yang menjadi alasan pemakzulan.
Dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dijelaskan, pemakzulan dapat dilakukan jika presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pengkhianatan terhadap negara; korupsi; penyuapan; tindak pidana berat lainnya; atau perbuatan tercela.
"Semua kita tahu bahwa Wapres Gibran sampai saat ini tidak pernah terbukti melakukan pelanggaran hukum apa pun. Jangankan terbukti melakukan pelanggaran hukum, mengalami proses hukum saja tidak ada, misalnya sebagai tersangka atau sedang disidang," ujar Fredy, Kamis (5/6/2025).
Menurutnya, usulan Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang meminta DPR dan MPR memproses pemakzulan Gibran mengada-ada.
Jika DPR dan MPR membahas surat Forum Purnawirawan Prajurit TNI, ia menilai hal tersebut justru akan menimbulkan kegaduhan.
"Tidak ada pentingnya untuk dibahas. Bahkan, kalau dibahas oleh DPR RI, bisa menimbulkan kegaduhan baru dan mengadu domba sesama masyarakat Indonesia," ujar Fredy.
Di samping itu, ia yakin bahwa usulan pemakzulan Gibran tidak akan ditindaklanjuti secara politik.
Pasalnya, Prabowo Subianto dan Gibran saat ini didukung oleh tujuh partai politik yang ada di DPR dan tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.
"Tidak ada negara yang bisa maju kalau pemimpinnya terpecah belah, bahkan negara akan hancur, sudah banyak contohnya. Jadi, Presiden Prabowo sebagai pemimpin koalisi (Kabinet) Merah Putih tidak akan pernah menyetujui pemakzulan tersebut, karena beliau sangat memahami," ujar Fredy.
Proses Panjang Pemakzulan
Wakil Ketua Komisi III DPR yang juga Sekretaris Fraksi Partai Nasdem Ahmad Sahroni mengatakan, proses pemakzulan pimpinan negara bukan merupakan sesuatu yang mudah untuk dilakukan.
Prosesnya yang panjang tidak hanya melibatkan DPR, tapi juga akan bersinggungan dengan MPR dan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya rasa itu akan panjang sekali prosesnya, dan enggak semudah yang kita bayangkan," ujar Sahroni kepada Kompas.com, Selasa (3/6/2025).
Berdasarkan Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pemakzulan presiden atau wakil presiden harus dimulai terlebih dahulu dengan sidang pleno DPR yang dihadiri 2/3 anggota.
Lalu 2/3 peserta sidang pleno harus menyetujui bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pengkhianatan terhadap negara; korupsi; penyuapan; tindak pidana berat lainnya; atau perbuatan tercela.
Berdasarkan Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pemakzulan presiden atau wakil presiden harus dimulai terlebih dahulu dengan sidang pleno DPR yang dihadiri 2/3 anggota.
Lalu, 2/3 peserta sidang pleno DPR harus menyetujui bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan melakukan pengkhianatan terhadap negara; korupsi; penyuapan; tindak pidana berat lainnya; atau perbuatan tercela.
Setelah DPR menyetujui hal tersebut, hasil sidang pleno akan dibawa ke MK yang akan memutuskan ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden.
Jika MK memutuskan adanya pelanggaran, hasil dari lembaga tersebut akan dibawa ke MPR untuk memproses pemakzulan.
Di MPR, pemakzulan akan diputuskan lewat Keputusan MPR jika dalam sidang pleno diikuti oleh 2/3 anggota MPR dan disetujui oleh 2/3 dari anggota yang hadir.
Sumber: Kompas
Artikel Terkait
4 SKENARIO Politik Pasca-Pilpres 2024: Gibran Dibonsai, Jokowi Tersingkir, Prabowo Terkepung
Jokowi Santai Tanggapi Isu Pemakzulan Gibran, Roy Suryo Pamer Kaos: Fufufafa Sedang Judi Online!
Jokowi Bela Anaknya: Pemakzulan Gibran Hanya Bisa Dilakukan Jika Ada Pelanggaran Serius!
Diresmikan Bahlil Tahun Lalu, KPPU Temukan Dugaan Kolusi Proyek Pipa Gas Cisem II Senilai Rp 2,7 Triliun