Track Record Kasus Vina Jessica, KM 50 dan Ijazah Jokowi, Rismon Beber Fakta Ini

- Minggu, 01 Juni 2025 | 18:35 WIB
Track Record Kasus Vina Jessica, KM 50 dan Ijazah Jokowi, Rismon Beber Fakta Ini


GELORA.ME -
Pakar digital forensik, Rismon Sianipar, kembali menyoroti keaslian dokumen ijazah Joko Widodo alias Jokowi dengan pendekatan teknologi modern. Menurutnya, terdapat sejumlah kejanggalan teknis yang tidak bisa diabaikan, khususnya dari sisi evolusi teknologi cetak dan digital.

“CV-nya pun hilang di server KPU, bagaimana kita mau verifikasi. Sama seperti ketika ditanyakan kemarin hal apa saya meneliti, ya hak sebagai peneliti,” kata Rismon dalam podcast Forum Keadilan TV seperti dilihat Monitorindonesia.com, Minggu (1/6/2025).

Rismon juga menyoroti langsung hasil penelusurannya di Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia menegaskan bahwa proses penelitian dilakukan secara mandiri, tanpa pendanaan dari pihak manapun. "Saya lihat langsung (skripsi), datang tanpa biaya siapapun,” tegasnya.

Menurutnya, bahwa dirinya secara langsung datang ke perpustakaan Fakultas Kehutanan UGM untuk memverifikasi dokumen skripsi yang diduga milik Jokowi.

Rismon juga mengurai dari sudut pandang forensik digital bahwa kualitas cetakan pada dokumen pengesahan ijazah Jokowi memiliki kepadatan piksel atau DPI (dots per inch) yang terlalu tinggi untuk bisa dihasilkan oleh teknologi tahun 1980-an.

“Secara technological advancement evolution, evolusi perkembangan teknologi komputer hardware dan software, tidak mungkin menghasilkan lembar pengesahan sangat sempurna dengan DPI yang sangat tinggi, titik-titik yang sangat rapat. Ini hanya bisa diproduksi hardware tahun 2004–2005,” beber Rismon.

Menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa dokumen yang beredar lebih mirip hasil cetakan modern, bukan dari mesin cetak lama seperti handpress atau letter press.

Ia juga mempertanyakan metode pemeriksaan yang dilakukan Bareskrim Polri yang hanya menggunakan pendekatan visual dan perasaan untuk menyimpulkan keaslian dokumen.

“Penjelasan dari Dirtipidum Bareskrim Polri kemarin, hanya diraba, dirasakan, ada cekungan. Itu bukan scientific, tidak objektif, lalu disimpulkan ada cekungan terus menandakan bahwa itu produk dari handpress dan pattern press,” tambahnya.

Rismon menilai metode tersebut jauh dari standar ilmiah dalam dunia laboratorium forensik. "Apa begitu cara kerja kita untuk menguji laboratorium forensik? Kesimpulan Dirtipidum sangat prematur dengan peradaban,” cetusnya.

Pun Rismon juga menyoroti rekam jejak laboratorium forensik Bareskrim dalam menangani kasus-kasus besar lainnya. Lantas dia menyinggung kasus Vina Cirebon, kasus kematian Wayan Mirna Salihin (ditangkapnya Jessica), serta insiden di KM 50. "Kita lihat track record-nya, kasus Vina Cirebon, apa yang terjadi pada ekstraksi SMS 22.14, tidak mereka pakai itu dalam reka adegan,” bebernya.

Ia juga menambahkan bahwa dalam kasus Jessica, Bareskrim disebut menggunakan software gratisan berbasis Windows, padahal perangkat yang digunakan memiliki sistem operasi Linux.

"Jessica, menggunakan ired shop, software gratisan yang Windows operation system dan berbohong mengatakan itu software yang tersedia di DVR FD161S. Padahal itu Linux operation system, beda alam. Di sini laut, di sini udara. Gak mungkin itu dan tetap berbohong,” jelasnya.

Rismon pun menyebutkan bahwa ada kekeliruan serius dalam kasus KM 50, termasuk tindakan penghapusan data dan tidak diberinya garis polisi pada lokasi yang diduga sebagai TKP.

“KM 50, polisi memerintahkan data CCTV, handphone, di rest area KM50 dihapus. Genangan darah tidak dipolice line, dibersihkan, 20 jam sebelum kejadian 7 Desember fiber optic putus,” tandasnya.

Sumber: monitor

Komentar