Hasil Survei Sebut 69,7% Masyarakat Yakin Ijazahnya Asli, Jokowi: Artinya Punya Logika Sehat

- Kamis, 29 Mei 2025 | 12:15 WIB
Hasil Survei Sebut 69,7% Masyarakat Yakin Ijazahnya Asli, Jokowi: Artinya Punya Logika Sehat


GELORA.ME - 
Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei yang menunjukkan mayoritas masyarakat Indonesia tidak percaya bahwa Presiden Ke-7 RI Joko Widodo memalsukan ijazahnya.

Prof. Burhanuddin Muhtadi dari Indikator Politik Indonesia menjelaskan bahwa survei dilakukan secara sistematik pada tanggal 17-20 Mei 2025 melalui metode survei telepon nasional.

Dengan teknik double sampling yang memanfaatkan database jutaan responden yang telah dikumpulkan melalui survei tatap muka sebelumnya.
 
Hasil survei menunjukkan bahwa 75,9% responden mengetahui kasus dugaan ijazah palsu Jokowi, sementara 24,1% mengaku tidak mengetahui kasus tersebut.

"Isu ijazah Jokowi ini membetot perhatian publik yang cukup luas, bahkan mengalahkan sebagian besar kasus-kasus korupsi yang sedang disidik oleh aparat hukum. Ada 75% warga yang mengaku tahu kasus dugaan ijazah palsu Pak Jokowi dan ini sangat luar biasa besar, tidak ada kasus sebesar ini," ungkap Prof. Burhanuddin.

Yang lebih signifikan lagi, dari responden yang mengetahui kasus ini, sebanyak 69,7% tidak percaya bahwa Jokowi memalsukan ijazahnya, sementara hanya 18,7% yang percaya akan tuduhan tersebut.

Ketika ditanyakan kepada seluruh responden (baik yang tahu maupun tidak tahu kasus ini), angka ketidakpercayaan mencapai 66,9%.

Prof. Burhanuddin menegaskan bahwa komposisi demografis menunjukkan pola yang merata di semua kelompok masyarakat,
 
"Misalnya kelompok laki-laki yang tidak percaya bahwa Jokowi memalsukan ijazah itu 63%, perempuan 70,3%. Generasi berdasarkan Gen Z, milenial, Gen X dan seterusnya itu mayoritas juga tidak percaya."

Menariknya, berdasarkan akses informasi media sosial, pengguna Twitter/X menunjukkan tingkat kepercayaan tertinggi terhadap tuduhan pemalsuan ijazah.

Sementara pengguna platform lain seperti TikTok, Instagram, YouTube, dan Facebook mayoritas tidak percaya akan tuduhan tersebut.

Menanggapi hasil survei tersebut, Presiden Joko Widodo memberikan komentar singkat yang menyatakan, "Artinya masyarakat memiliki logika dan penalaran yang sehat. Memiliki logika dan penalaran yang sehat artinya itu karena logikanya memang enggak masuk akal."

Jokowi juga menegaskan bahwa meskipun ada yang pro dan kontra, "semuanya nanti kita serahkan pada proses hukum. Nanti di pengadilan akan terbuka semuanya secara jelas dan gamblang, karena di situ pasti nanti ada fakta-fakta, ada bukti-bukti, ada saksi-saksi semuanya akan dibuka di sidang pengadilan."

Prof. Burhanuddin mengapresiasi logika masyarakat yang menilai isu ini tidak masuk akal, mengingat banyaknya verifikasi yang telah dilakukan berbagai lembaga.
 
"Ada banyak warga yang rasional yang bukan fansnya Pak Jokowi yang menganggap bahwa isu ini terlalu dibuat-buat.

Ada banyak teman Pak Jokowi yang masih hidup yang bisa kita tanya, ada institusi UGM yang bisa kita klarifikasi, ada institusi seperti KPU karena Pak Jokowi maju dalam proses kontestasi elektoral dua kali di tingkat Pilkada Kota Surakarta, di tingkat Pilgub 2012, kemudian di Pilpres 2014 dan 2019, dan masing-masing KPU melakukan verifikasi," jelasnya.

Namun, Prof. Burhanuddin juga menganalisis mengapa masih ada 18,7-19% masyarakat yang percaya akan tuduhan tersebut.

Analisisnya menunjukkan adanya faktor partisan politik yang kuat, terutama dari basis pendukung Anies Baswedan dalam Pilpres 2024.

"Pendukung Mas Anis paling banyak yang percaya, meskipun mayoritas pendukung Mas Anis tidak percaya Pak Jokowi memalsukan (51% tidak percaya).

Tapi ada 40% pendukung beliau di 2024 yang lalu yang percaya bahwa ada proses pemalsuan ijazah Pak Jokowi.

40,2% basis pendukung Mas Anis ini jauh lebih besar ketimbang basis pendukung Mas Ganjar atau Pak Prabowo yang percaya bahwa ijazah Pak Jokowi palsu," ungkapnya.

Ia juga mencatat adanya kekecewaan dari sebagian basis PDI Perjuangan terhadap sikap Jokowi di Pemilu 2024.

Terutama terkait putusan nomor 90 yang memungkinkan Gibran Rakabuming maju sebagai calon wakil presiden.

 Prof. Burhanuddin menganalogikan kasus ini dengan kontroversi akta kelahiran Barack Obama yang dipertanyakan Donald Trump.

Di mana meskipun Obama telah menunjukkan akta kelahirannya, sebagian pendukung partai Republik tetap ragu akan keasliannya.

Prof. Burhanuddin Muhtadi menyerukan agar publik dan media beralih fokus pada isu-isu yang lebih substansial ketimbang perdebatan ijazah yang dinilainya tidak produktif.

"Sebaiknya kita lebih fokus pada isu-isu yang jauh lebih penting, jauh lebih substantif. Misalnya berkaitan dengan pelemahan ekonomi, berkaitan dengan isu fungsi TNI, isu pelemahan atau regresi demokrasi itu jauh lebih krusial ketimbang isu ijazah," tegasnya.

Menurutnya, survei opini publik yang dilakukan mengkonfirmasi bahwa isu ijazah pada dasarnya dianggap tidak terlalu krusial oleh warga.

Ia juga menekankan bahwa secara implikasi politik, isu ini sudah tidak relevan lagi mengingat Jokowi sudah tidak menjabat sebagai presiden.

"Buat apa kita menghabiskan energi untuk hal-hal yang secara implikasi politiknya juga sudah tidak ada karena beliau sudah tidak lagi menjadi pejabat publik sebagai presiden," ujarnya.

Lebih lanjut, Prof. Burhanuddin menyoroti isu-isu yang seharusnya mendapat perhatian lebih besar dari publik.

Seperti ketidakpastian geopolitik global, economic uncertainty, tekanan terhadap rupiah yang mengalami penurunan sekitar 10% meskipun belakangan sedikit menguat, serta isu PHK yang semakin mengkhawatirkan.

"Isu global economic uncertainty, rupiah kita mengalami tekanan meskipun belakangan agak menguat tetapi overall agak turun 10% dibanding sebelumnya, kemudian isu PHK saya kira itu isu yang jauh lebih penting yang menurut saya membutuhkan perhatian publik lebih keras dalam rangka membantu pemerintah agar masalah-masalah kebangsaan yang lebih substantif ini bisa segera teratasi," pungkasnya.

Hasil survei ini memberikan gambaran bahwa meskipun isu ijazah Jokowi mendapat perhatian luas dari publik.

Mayoritas masyarakat Indonesia tetap menunjukkan sikap rasional dan tidak mudah terprovokasi oleh isu yang dinilai tidak memiliki dasar logis yang kuat.

Sekaligus menjadi indikator bahwa masyarakat Indonesia memiliki kematangan politik dalam menyikapi berbagai isu kontroversial.***

Sumber: ayojakarta

Komentar