Pakar Soroti UU BUMN Terbaru: Kita Tinggal Menunggu Kehancuran!

- Selasa, 13 Mei 2025 | 14:55 WIB
Pakar Soroti UU BUMN Terbaru: Kita Tinggal Menunggu Kehancuran!




GELORA.ME - Indonesia Corruption Watch (ICW), Themis Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai bahwa kasus korupsi di lingkungan BUMN bukan hanya akan semakin marak, tetapi juga berpotensi untuk tidak dapat ditindak lagi oleh aparat penegak hukum.


Hal ini sebagai respon dengan keberadaan Pasal 4B yang menyatakan kerugian BUMN bukan lagi merupakan kerugian negara, serta Pasal 9G yang mengatur bahwa anggota Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan lagi masuk dalam kategori penyelenggara negara.


Sebab, setelah Presiden Prabowo Subianto menandatangani UU No. 1 Tahun 2025 (UU BUMN), terdapat setidaknya dua pasal di dalam regeling tersebut yang berpotensi “melegalkan” praktik korupsi di dalam BUMN. 


Sedangkan, kasus korupsi yang terjadi di dalam BUMN sendiri tercatat sangat banyak jumlahnya setiap tahun.


Berdasarkan catatan ICW, dari 2016—2023, setidaknya terdapat 212 kasus korupsi yang terjadi di lingkungan BUMN dan telah ditindak oleh aparat penegak hukum. 


Dari 212 kasus korupsi tersebut, negara telah merugi setidaknya sekitar Rp64 triliun. 


Secara latar belakang, terdapat 349 pejabat BUMN yang pernah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. 


Secara lebih spesifik, ada 84 tersangka yang dapat dikategorikan sebagai “direktur,” 124 tersangka yang dapat dikategorikan sebagai “pimpinan menengah (middle management)”, dan 129 tersangka yang dapat dikategorikan sebagai “pegawai/karyawan” di BUMN.


ICW menyebut, pasca revisi UU BUMN, kerugian keuangan yang muncul dari BUMN tidak lagi dianggap sebagai kerugian keuangan negara. 


Dengan demikian, akan semakin sulit ke depan bagi aparat penegak hukum untuk dapat menindaklanjuti dugaan-dugaan korupsi yang terjadi di BUMN akibat kehilangan salah satu acuan hukum untuk membuktikan salah satu unsur tindak pidana korupsi.


Sementara itu, aktivis hukum dan akademisi, Feri Amsari memaparkan, berbagai sektor ekonomi baik yang berasal dari sumber daya alam seperti pertambangan, minyak dan gas, perkebunan, kelautan termasuk sumber daya air dan lain-lain, serta industri dan ekonomi bidang kesehatan seperti farmasi, alat kesehatan dan sektor lainnya, mengistimewakan BUMN untuk mendapatkan prioritas usaha dan perizinan sebagai cerminan dari Pasal 33 UUD 1945.


Menurutnya, kekuasaan negara yang besar diberikan kepada BUMN sebagai tafsir hak menguasai negara telah diperkuat dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi. 


Ketentuan UU BUMN akan membuat manisnya privilege BUMN sebagai state-owned enterprises (SOEs) ditanggalkan dari tanggung-jawab yang semestinya setimpal atas mengelola tidak hanya uang rakyat tetapi juga sumber-sumber hajat hidup rakyat yang tentunya harus dengan level of scrutiny yang juga tertinggi.


"Untuk inilah sebenarnya kerugian negara dalam pengelolaan BUMN dikategorikan sebagai korupsi. 


Sebagaimana teori korupsi, amanah yang besar tanpa disertai pengawasan yang memadai membuat peluang perampokan juga tinggi. 


UU No 1 Tahun 2025 jelas merupakan bentuk upaya membiarkan uang rakyat dan sumber daya bangsa yang sejatinya untuk kemakmuran rakyat dipercayakan secara naif kepada direksi komisaris dan berbagai organ BUMN tanpa pengawasan hukum yang pasti, jika MK tidak membatalkan UU yang berasal dari proses nir partisipasi ini, kita tinggal menunggu kehancuran,” ucap Feri Amsari dari Themis Indonesia dalam keterangannya, dikutip pada Selasa (13/5/2025).


Selain itu, lanjut Feri, UU BUMN juga mereduksi definisi “penyelenggara negara” yang ada dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (UU Penyelenggara Negara Bebas KKN).


Dalam Pasal 2 angka 7, disebutkan bahwa “Penyelenggara Negara” meliputi pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara. 


Kemudian, Penjelasan Pasal 2 angka 7 menyebutkan bahwa Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lain pada BUMN dan BUMD merupakan penyelenggara negara.


"Sehingga, UU BUMN seolah-olah melompati UU yang sudah ada sebelumnya melalui Pasal 3X dan Pasal 9G," jelasnya.


Sumber: Fajar

Komentar