GELORA.ME -Masa kampanye seharusnya dimanfaatkan paslon capres-cawapres untuk meyakinkan publik dengan visi-misi dan program kerja 5 tahun mendatang. Hal itulah yang dilakukan pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Mas Ganjar telah menyampaikan banyak gagasan di setiap pertemuannya dengan rakyat, ataupun di ruang publik lainnya. Contoh, 1 desa 1 puskesmas, internet gratis bagi pelajar, koruptor dipenjarakan di Nusakambangan, dan soal bahan pokok yang mahal," kata Wakil Direktur Representatif TPN Ganjar-Mahfud, Oktafiandi, Sabtu (9/12).
Oktafiandi menegaskan, momen masa kampanye ini harus dimanfaatkan betul oleh para capres-cawapres agar tidak dianggap sebagai calon yang buntu gagasan. Bukan hanya muncul dengan gimik tarian-tarian saja, seperti yang dilakukan kubu Prabowo-Gibran.
"Setelah dua minggu masa kampanye, Prabowo-Gibran hanya terlihat mengumbar tarian 'Awokwok' saja. Belum terlihat ada gagasan yang diberikan, baik itu oleh paslon langsung ataupun timnya," kata Oktafiandi.
Oktafiandi juga menyoroti mangkirnya paslon nomor urut 2 tersebut dari sejumlah acara dialog, baik yang diselenggarakan pihak kampus maupun stasiun televisi.
"Saya jadi bingung, ketika diundang untuk debat dan adu gagasan di televisi ataupun kampus, kok hanya ada dua paslon yang hadir, Mas Ganjar-Prof Mahfud dan paslon nomor urut 1 saja," kata Oktafiandi.
Selain itu, caleg PDI Perjuangan Dapil Jabar X ini juga menyoroti ketidaksiapan paslon nomor urut 2 tersebut ketika berhadapan dengan awak media. Kerap kali, khususnya Gibran Rakabuming Raka, meladeni pertanyaan awak media dengan jawaban di luar konteks.
"Ditanya wartawan pun, jawabannya malah suruh baca buku, dan jam 9 mau tidur," demikian Oktafiandi.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Yusril: Perjanjian Helsinki Tak Dapat Jadi Rujukan untuk Tentukan Kepemilikan 4 Pulau Sengketa Aceh-Sumut
Tuai Polemik, Ketua PBNU Tuding Aktivis Penolak Tambang Wahabisme dan Ekstremis
VIRAL Kades di Cirebon Saweran di Klub Malam: Rumah Saya Banyak, Mobil Tiga!
Ketua PBNU Gus Ulil Samakan Penolakan Tambang dengan Wahabisme: Aktivis Lingkungan Terlalu Ekstrem?